Cari Blog Ini

Rabu, 16 Januari 2013

Takut Jatuh Cinta.. part 1,2,3,4,5,


Takut Jatuh Cinta

Part: 1

''STOOOP!!'' seorang gadis berteriak diantara dua pemuda yang saling beradu otot sambil menutup kedua daun telinganya. 

Mereka yang tengah asik bertengkar langsung menghentikan gerakan tangan masing-masing yang telah siap untuk menghajar wajah lawannya. Beberapa detik kemudian keduanya saling berpandangan dengan kening berkerut dan alis yang hampir menyatu. 

''Kalian berdua apa-apaan sih! Kenapa harus bertengkar hanya karena masalah sepele kayak gini?'' semprotnya dengan galak sambil menjauhkan kedua tubuh mereka yang saling berhimpitan. Dia lalu berdiri di tengah-tengah sambil berkacak pinggang. Mata bulatnya silih berganti menatap kedua pemuda yang berada disamping kanan dan kirinya. 

''Denger ya, gue sebenarnya nggak peduli kalian mau adu otot sampai babak belur atau mati konyol sekalian. Tapi please, jangan bawa-bawa gue dalam pertengkaran kalian. Oke?'' nada suaranya sedikit melembut dibanding dengan yang tadi. 

Kedua pemuda itu tidak ada yang menyahut. Mereka malah sibuk membersihkan seragam sekolah yang lusuh karena tadi sempat jatuh dan berguling-guling di tanah. Pemuda yang berada di kanannya sedikit meringis ketika menyentuh sudut bibirnya yang masih menyeluarkan darah segar. Sementara pemuda yang berdiri di samping kirinya yang tidak memiliki banyak luka di wajahnya yang cute melipat kedua tangan di dada dan pandangannya terus menatap gadis mungil dan imut yang sedang berteriak-teriak di depannya. 

''Do, ngapain lo lihatin gue terus kayak gitu? Lo nggak denger apa yang barusan gue bilang?'' Gadis yang memiliki bibir mungil dan tipis itu mulai cemberut karena merasa dicuekin. 

''Aa denger kok, apa yang cinta katakan,'' ucapnya lembut. Sebuah senyum menghiasi wajah tampannya. 

''Woi sarap, bisa-bisanya lo godain my sweety di depan gue,'' semprot pemuda yang satunya. Dia mencoba melangkah mendekati pemuda yang masih berdiri dengan tenang tak jauh darinya, tapi gerakannya langsung dihentikan oleh tangan mungil gadis itu. 

''Woiii ... gue capek harus selalu melerai pertengkaran kalian!'' teriaknya. Kepalanya lalu menoleh ke samping kanannya. ''Wajah udah babak belur kayak gini lo masih mau berantem lagi heh?!'' tanyanya judes. Sebenarnya gadis itu sedikit miris melihat wajah pemuda didepannya yang biru legam tapi ditahannya rasa belas kasihan untuk mengobatinya. 

Terdengar tawa dari pemuda yang berada di samping kirinya. ''Lo itu paling lemah kalau berantem dan gue gak mau ngerusak wajah elo lagi. Bisa-bisa fans club lo ngeroyok gue,'' sindirnya. 

''Sialan lo!'' Pemuda itu benar-benar emosi mendengar ucapan rivalnya itu. 

''GUE UDAH CAPEK JADI PERI BAIK HATI YANG SELALU MELERAI PERTENGKARAN KALIAN! SEKARANG TERSERAH KALIAN. GUE UDAH NGGAK PEDULI LAGI!'' Gadis itu segera melangkahkan kakinya lebar-lebar meninggalkan mereka berdua. 

''FAYAAA ... JANGAN PERGI?!'' teriak mereka hampir bersamaan.

Part: 2

Dengan kesal Faya menghembaskan tubuhnya ke ranjang. Kepalanya menoleh ke kiri dan tangannya terulur mengambil sebuah bingkai foto di atas meja yang berada tepat di samping ranjangnya. 

Dalam foto itu tampak tiga gambar anak kecil berusia sekitar delapan tahun. Dua anak laki-laki sedang berebut untuk mendorong sepeda dengan seorang anak perempuan yang sedang duduk di atasnya. Wajah mereka masih polos dan lugu. 

Flash back.
Sore itu Faya, Aldo dan Romi sedang asik bermain di halaman rumah Faya. Mereka bertiga tinggal dalam satu kompleks dan kebetulan rumah mereka saling berderet-deret dengan posisi rumah Faya di tengah. 

''Wah, sepeda Faya baru ya?'' ucap Romi kecil sambil mendekati Faya yang baru keluar dari garansi sambil menuntun sepeda barunya. 

Faya tersenyum manis dan mengangguk. ''Iya, kemaren baru dibelikan sama Papa. Sepeda Faya bagus kan?'' tanya Faya senang dengan hadiah ulang tahunnya. 

''Faya bisa naik nggak?'' tanya Aldo yang berputar-putar di samping mereka menggunakan sepedanya. 

Faya menggeleng pelan. ''Aldo ajarin Faya ya?'' pintanya sambil terus menatap Aldo yang masih berputar-putar.

''Sini Romi yang ngajarin Faya,'' tawar Romi sambil memegang sepeda Faya. 

Faya menoleh melihat Romi. ''Romi bisa naik sepeda?'' tanya Faya ragu. 

Romi mengangguk. ''Tentu saja, ayo Faya naik biar Romi pegangin,'' ucapnya. 

''Romi yakin?'' Faya masih ragu. Setelah Romi mengangguk mantap akhirnya Faya mulai menaiki sepedanya. 

''Nggak usah dipengangin Faya juga nggak akan jatuh.'' Tiba-tiba terdengar suara Aldo. 

''Nanti kalau Faya jatuh terus berdarah gimana?'' tanya Romi khawatir. 

''Nggak akan jatuh, lihat saja sepeda Faya rodanya berapa?'' Aldo malah balik bertanya. 

Faya yang mendengar ucapan Aldo langsung melihat roda sepedanya. Di depan ada satu roda dan dibagian belakang ada tiga roda. 

''Kata Papa, kita nggak akan jatuh kalau rodanya banyak,'' Aldo kembali menjelaskan. 

''Kalau kamu nggak mau pegangin sepeda Faya biar aku aja yang megangin.'' Romi masih tetap bersikukuh ingin menjaga Faya agar tidak jatuh. 

''Kalau gitu, aku juga ikutan pegangin sepeda Faya.'' Akhirnya Aldo juga ikut-ikutan memegang sepeda Faya dan hasilnya mereka berdua malah saling berebut ingin membantu Faya. 

''Kalian jangan bertengkar!'' teriak Faya mencoba melerai mereka berdua. 

''Tadi kamu udah bilang nggak mau bantu Faya, sana pergi!'' usir Romi. 

''Aku nggak bilang seperti itu kok.'' Aldo membela diri. 

''Udah, kalau kalian berantem terus Faya nggak mau main bareng kalian lagi.'' Faya segera berlari masuk ke rumah meninggalkan mereka berdua yang bengong tapi sedetik kemudian mereka kembali saling menyalahkan. 

''Tuh kan, Faya ngambek semua gara-gara kamu!'' Romi mendorong bahu Aldo. 

Aldo yang berhasil mundur beberapa langkah hanya diam dengan mata yang silih berganti menatap kepergian Romi dan pintu rumah Faya yang tertutup rapat. Setelah itu dia mengambil sepedanya dan pulang ke rumah. 
End flash back.

''Aaaaarrgh ... kenapa kalian masih suka berantem?!'' Faya berteriak sambil menutup wajahnya dengan bantal. 

Part: 3

Begitu Faya membuka pintu depan tubuhnya langsung diam terpaku di tempat. Hal yang selama ini dia khawatirkan akhirnya terjadi juga. Di depan pagar rumahnya yang hanya berjarak lima meter dari pintu rumah telah menunggu dua teman masa kecilnya dengan motor masing-masing. Iya, mereka adalah Aldo dan Romi. 

''Morning my sweety,'' sapa Romi sambil melambaikan tangan dan senyuman menghiasi wajah manisnya. 

''Pagi Cinta,'' ucap Aldo dengan senyum khasnya, sebuah lesung pipit muncul di pipi kananya. 

Perlahan Faya menarik nafas dan mulai berjalan mendekati mereka. 
''Dari mana kalian tahu kalau gue pindah ke sini?'' tanyanya to the point. 

''Kemaren kita ngikutin elo waktu pulang, iyakan Do?'' Romi menatap Aldo, Aldo hanya mengangguk membenarkan ucapan Romi. 

''Terus ngapain kalian berdua pagi-pagi ke sini? Sekolah kita kan beda?'' tanyanya lagi. 

Mereka bertiga dulu memang teman bermain semasa kecil, tapi ketika memasuki SMP Faya harus ikut pindah karena Papanya dipindah tugaskan, sekarang mereka bertiga bertemu lagi setelah 3 tahun berpisah. Kemaren adalah pertama kali mereka bertemu yang meninggalkan kesan buruk di hati Faya karena mereka masih seperti yang dulu, suka bertengkar. 

''Gue mau nganterin elo ke sekolah,'' jawab Romi cepat. 

Mendengar jawaban Romi, Faya langsung menoleh melihat Aldo. 

''Gue juga,'' jawab Aldo. 

Lagi-lagi Faya harus menarik nafas panjang. Tatapannya silih berganti melihat mereka berdua. Kemudian sebuah senyuman menghiasi bibirnya begitu melihat seseorang yang datang. 

'' Kak Riko!'' teriak Faya seraya berlari kecil mendekati pemuda yang baru datang. 

''Pagi babe, berangkat sekarang?'' tanyanya langsung tanpa mempedulikan dua pemuda yang telah lebih dahulu menunggu di depan pagar rumah Faya. 

Faya mengangguk dan langsung menaiki motor Riko. Tanpa rasa malu dan canggung tangannya melingkar di pingggang Riko. Romi dan Aldo yang melihat adegan itu langsung melotot kaget. 

'My sweety,'' lirih Romi dengan wajah kecewa melihat adegan di depannya, karena Faya lebih memilih bareng sama cowok yang bernama Riko dari pada dirinya. 

''Cinta kenapa bareng dia? Dia siapa?'' tanya Aldo. Wajah lembutnya tiba-tiba mengeras melihat sikap Faya pada pemuda yang baru datang beberapa detik itu. 

Faya hanya tersenyum sambil melambaikan tangan begitu motor Riko mulai berjalan. ''Bye Romi, bye Aldo. Dadaaah ...,'' ucapnya riang karena merasa terbebas dari mereka. Perlahan-lahan motor itu mulai menghilang di tikungan. Part: 4

Berkali-kali Faya menyipitkan mata melihat seseorang yang sedang menunggu di depan gerbang sekolahnya, saat ini masih jam pelajaran tapi kenapa makhluk menyebalkan itu bisa berada di sini? Faya yang hendak pergi ke perpustakaan untuk mencari bahan tugas biologi segera berbelok arah dan menghampiri pemuda tersebut. 

''Aldo, ngapain elo di sini?'' tanyanya ketus begitu berdiri di samping Aldo. 

Aldo menoleh, tidak ada senyum manis yg dia hadiahkan untuk Faya seperti ketika mereka bertemu tadi pagi. Wajahnya datar tanpa ekspresi, kedua mata elangnya tajam menatap Faya. Diperhatikan Aldo seperti itu membuat Faya begidik ngeri, tampang Aldo tiba-tiba berubah seperti pembunuh berdarah dingin di matanya. Faya sama sekali tidak menyangka kalau wajah Aldo yang cute bisa sangat menyeramkan seperti itu. 

''Siapa cowok tadi pagi?!'' Pertanyaan Aldo lebih terdengar seperti sebuah bentakan di telinga Faya. 

''Dia kak Riko,'' jawab Faya mencoba menyembunyikan ketakutannya, kakinya mundur selangkah melihat wajah Aldo yang tidak bersahabat. Aldo menaikkan satu alisnya, pertanda kalau dia tidak merasa puas dengan jawaban yang diberikan Faya. ''Kita cuma temen kok,'' lanjut Faya dan beberapa detik berikutnya dia merutuki kesalahannya karena mengatakan hal tersebut kepada Aldo. 

''Cuma temen?'' Aldo memastikan, kedua matanya tajam menatap manik cokelat Faya. Perlahan Faya mengangguk, sikap Aldo benar-benar membuatnya merasa takut. ''Elo nggak coba-coba bohongin gue kan?'' tanyanya lagi. 

Faya kembali mengangguk, dengan susah payah dia mencoba menelan ludah. ''Sekarang hubungan kita memang sebatas temen tapi ...,'' Faya sengantungkan ucapannya. Aldo mengerutkan kening menunggu kelanjutan dari kalimat Faya. ''Kalau diantara kita ada sesuatu yg istimewa, kenapa elo harus marah?'' Akhirnya kalimat itu keluar dari bibir Faya. Semarah apapun Aldo pada dirinya, Faya sangat yakin kalau teman masa kecilnya itu tidak akan pernah berani menyakitinya secara fisik. 

‘'Elo?!'' ucapan Aldo tertahan, kedua tangannya terkepal menunjukkan kalau dia sedang menahan emosi. 

''Ya?'' tanya Faya santai, kedua tangannya dilipat di depan dada. Mata cokelatnya tak lepas dari wajah sangar Aldo, sebenarnya Faya ingin mengetahui seberapa sabar Aldo menghadapi dirinya. Pemuda itu selalu bisa bersikap tenang dan santai, emosinya jarang bisa terlihat. 

Aldo menarik nafas panjang dan mengeluarkannya perlahan-lahan dari mulut. Matanya terpejam beberapa detik. Ketika kelopak mata itu kembali terbuka sudah tidak ada emosi yg terlihat di sana. ''Faya, apa ini cara yang elo lakuin untuk ngehindari gue?'' tanyanya lembut. Faya diam, belum sempat dia membuka mulut suara Aldo kembali terdengar. ''Jika benar seperti itu, elo akan sangat menyesal karena telah melakukan hal itu.'' Setelah mengucapkan kalimat itu Aldo kembali memakai helm, menstarter motonya & melesat pergi meninggalkan Faya yang masih mematung ditempat karena tidak mengerti dengan maksud ucapan Aldo. Faya berjalan menyusuri gang kecil menuju rumahnya, siang ini dia sengaja meminta Riko untuk tidak mengantarkannya pulang. Sesekali ujung sepatu Faya menendang kerikil yang ditemuinya dipinggir jalan, tanpa bisa dicegah pikirannya kembali tertuju pada pembicaraannya dengan Aldo tadi pagi. 

Part: 5

''Apa sebenarnya maksud Aldo?'' Pertanyaan itu terus saja menghiasi otaknya. Faya benar-benar tidak dapat mengartikan makna yang tersirat dalam ucapan Aldo, memikirkan hal tersebut membuat kepalanya terasa sakit dan berdenyut-denyut. 

''Aargh ... kepala ini benar-benar tidak bisa diajak kompromi,'' dengusnya kesal. Faya bersandar di tiang listrik, matanya terpejam dengan kedua tangan sibuk memijit pelipis berharap bisa sedikit mengurangi rasa sakit yang dirasakannya. 

''Faya, elo kenapa?'' Terdengar sebuah suara. Faya membuka mata, dilihatnya Romi telah berdiri tepat di depannya. Ada kekhawatiran di wajahnya. ''Kenapa elo pulang sendirian? Cowok elo mana?'' tanyanya lagi. 

Kening Faya berkerut mendengar pertanyaan terakhir Romi. ''Cowok gue?'' tanpa sadar Faya mengulang pertanyaan tersebut. 

Romi mengangguk. ''Cowok yang tadi pagi nganterin elo, emang dia bukan cowok elo?'' Romi mulai curiga, ditatapnya wajah Faya mencari kebenaran. 

Dilihat Romi sedekat itu membuat jantung Faya berdebar-debar. ''Oh iya, dia ada eskul jadi gue pulang sendiri,'' bohongnya. Faya masih memegang kepalanya yg semakin berdenyut-denyut. 

''Elo pusing?'' tanya Romi lagi, kali ini kedua tangannya memegang lengan Faya. 

Faya mengangguk. ''Iya, nggak tau kenapa kepala gue tiba-tiba terasa pusing banget,'' jawabnya. 

''Gue anterin elo pulang yuk,'' ajak Romi. Dia menggandeng tangan Faya dan memapahnya ke ujung jalan tempat dia memarkirkan motor. Langkah kaki Faya mengikuti gerakan tangan Romi, kepalanya terasa semakin pusing. Semua yang ada disekiranya mulai terlihat berputar-putar, semakin lama semakin cepat dan setelah itu gelap. 
Tubuh Faya perlahan-lahan terlepas dari pegangan Romi, Romi yang melihat hal itu langsung berteriak panik. 

''FAYAAA!!'' teriak Romi. Dengan sigap kedua tangannya menangkap tubuh Faya sebelum tubuh mungil itu benar-benar jatuh dan terkena aspal. 

''Fay, elo kenapa?'' Romi panik, berulangkali dia menepuk pipi Faya pelan, berharap gadis itu akan membuka mata dan tersadar. 

Romi menoleh ke kanan dan ke kiri, siang ini gang kecil menuju rumah Faya terlihat lapang tidak ada seorangpun yang lewat. Pos ronda dipertigaan jalan yang biasanya ramai kini tampak sepi. Romi berharap ada orang yang lewat, akan tetapi dia tidak melihat satu orangpun di sana. 

Ditengah-tengah kepanikannya sebuah motor berhenti di dekatnya, dengan cepat pengemudi motor itu melepas helm dan berhambur ke arah mereka. 

''FAYA?!'' teriaknya. Ditepisnya tangan Romi dan dengan sigap dia mengambil alih tubuh Faya dari gendongan Romi. ''Elo apain Faya? Kenapa dia bisa pingsan seperti ini?'' Mata pemuda itu berkilat-kilat marah menatap Romi. 

Romi menggeleng. ''Gue nggak tau, tadi kepalanya pusing dan tiba-tiba dia pingsan,'' jelasnya kepada pengemudi motor yang tidak lain adalah Aldo. 

''Cepat ambil motor, sekarang juga kita bawa Faya ke rumah sakit!'' lagi-lagi Aldo berteriak kepada Romi. 

Romi yg sedang panik langsung berdiri, ketika dia hendak berlari ke tempat dia memarkirkan motor Aldo kembali berteriak. 

''Bawa motor gue aja!'' 




2 komentar: