Cari Blog Ini

Rabu, 16 Januari 2013

Guardian Angel



Lagi-lagi hujan turun, dalam sehari ini sudah dua kali langit mengguyur kota kecil tempat tinggalku dengan tetesan air yang disertai gelegar petir. 

Ayah bilang hujan itu merupakan anugerah dari Tuhan, hujan bisa meringankan kerja para petani untuk mengaliri sawah dan ladangnya. Hujan bisa menyuburkan setiap tanaman yg tak sempat disiram oleh pemiliknya, karena air merupakan kebutuhan dasar dari setiap makhluk di bumi ini baik itu manusia, hewan atau tumbuhan. 

Aku suka dengan hujan, setiap rintiknya seolah mendendangkan irama kedamaian. Hujan membuatku bisa melupakan setiap masalah dan beban yang aku hadapi. Dalam guyuran hujan aku bisa menyembunyikan setiap tetes airmata, tapi itu dulu sebelum ada seseorang yang hadir dalam hariku dan menempati setiap ruang di hatiku. 

Ia Fano, seorang yg begitu dekat bukan hanya dengan diriku tapi juga dengan semua anggota keluargaku. 
Tingkah Fano yang lucu selalu mampu meramaikan suasana sepi dalam rumah. Sikap Fano yang riang membuat semua kesedihan lenyap. Fano seperti malaikat yg dikirimkan oleh Tuhan dalam hidupku. 

''Sya,'' panggilan lembut menyadarkanku dari lamunan. Perlahan aku menoleh dan kudapati Fano telah berdiri menatapku dengan senyuman manis yang menghiasi bibirnya. Kulihat ia mengambil sweter yang tergeletak di kursi lalu menghampiriku. 

''Ini sudah larut, kenapa belum tidur?'' tanya Fano lembut. Sweter yang dipegangnya kini telah beralih menyelimuti tubuh kurusku. 

Aku tersenyum dan menggeleng, kembali aku menoleh manatap rinai hujan dari balik jendela kamar. ''Aku kangen pada hujan, kangen dengan setiap tetes airnya yang jatuh ke tubuhku.'' Tanganku terulur melewati bingkai jendela untuk meraskan setiap tetes airnya. Dingin. Air hujan yang turun setiap malam masih terasa dingin seperti beberapa bulan yang lalu ketika Fano belum hadir dalam hariku. 

Fano memelukku dari belakang dan meletakkan dagunya di bahuku. Hembusan napasnya yang terdengar berat terasa hangat menyapu kulit leherku. 

''Air hujan nggak baik bagi kesehatan, terlebih untuk dirimu,'' bisiknya lembut. Aku menelengkan kepala mencoba melihat wajahnya dan ternyata ia juga sedang menatapku lalu buru-buru aku kembali beralih menatap langit malam. Debar jantungku selalu bergemuruh setiap melihat mata teduhnya dan mungkin saja saat ini ia bisa merasakan irama jantungku yang berdetak dua kali lebih cepat dari biasanya. 

''Kenapa?'' Ada nada bingung yang kutangkap dari pertanyaan Fano. Ia melepas pelukannya lalu memutar tubuhku untuk menghadap dirinya. ''Kenapa kamu berpaling dariku?'' tanyanya lagi. Ingin rasanya aku mengalihkan pandanganku dari wajahnya tapi kedua tangan kekarnya telah memegang pipiku dan memaksaku untuk terus menatapnya. 

''Aku ....'' Aku menggigit bibir bawahku mencoba menerka-nerka respon apa yang ia tunjukkan begitu mendengar kalimat yang akan aku ucapkan. Fano masih menatapku dengan kening berkerut menunggu kelanjutan dari ucapanku. ''Aku takut ... takut ... tidak bisa bertahan ... dan ... menghadapi ... semuanya,'' lirihku terbata-bata dengan kepala tertunduk serta mata terpejam. Sungguh aku benar-benar tak bisa menatap wajahnya, aku takut melihat sorot kemarahan dari kedua manik legamnya. Selama ini ia telah berjuang dengan keras untuk diriku dan aku yakin ucapanku pasti akan sangat menyakiti hatinya. 

Kurasakan kedua tangan kekarnya mulai terlepas dari pipiku. Ya Tuhan ... apa ia benar-benar marah padaku? Untuk sesaat otot-otot di tubuhku melemas, duniaku seolah berhenti berputar dan aku benar-benar tak tahu harus barbuat apa. Rasa takut itu kini menjelma menjadi nyata, aku takut Fano akan pergi dan aku tak akan pernah bisa melihat atau bertemu dengan dirinya lagi untuk selama-lamanya. Tubuhku terasa lemas membayangkan hal itu terjadi. Sebelum akhirnya sebuah gerakan lembut menyeret tubuhku dalam dekapan hangatnya. Kedua lengan kekarnya memelukku dengan erat dan hal itu sanggup menimbulkan rasa hangat yang menjalar di seluruh tubuhku bahkan juga di hatiku, aku juga bisa mendengar irama jantungnya yg berdetak teratur. Tanpa kusadari aku terisak pelan. 

''Jangan menangis, bukankah aku telah bersumpah akan selalu menjagamu seumur hidupku. Kamu juga telah berjanji padaku akan melawan penyakit tumor yang kamu derita.'' Ucapan Fano mengingatkanku pada janji setia yang kami ikrarkan dua hari yang lalu di depan penghulu. 

Fano merenggangkan pelukannya, kedua tangannya kembali memegang wajahku dengan ibu jari mengusap genangan air di sudut mataku. Tatapan teduhnya masih sama seperti yang dulu ketika menatapku, dipenuhi rasa sayang dan cinta lalu perlahan ia mengecup puncak kepalaku.

Terimakasih Tuhan, Engkau telah mengirimkan seorang malaikat penjaga untuk mengisi setiap sisi di relung hatiku serta menemaniku dalam sisa umurku. 


*10 Desember 2012 

3 komentar:

  1. +Azkiyah, ini kalo mau ngedit blog, beberapa yang harus situ lakukan:

    1. Postingan kamu tidak berlabel, maksudnya, label itu gunannya untuk mengelempokan jenis postingan di blog. Lalu kita buat gadget (kayak yang ada di pinggir blog kamu: "Arsip") itu. Nah, kita bakal gadget untuk kategori label nantinya.

    2. Jumlah postingan yang kamu ingin tampilin di blog ini sudahkamu tentukan jumlahnya, tetapi terlalu panjang karena saat memposting tulisan, kamu tidak memotongnya (Saat nulis, ada tanda pojokan yang bergambar seperti icon kertas disobek) itu adalah icon untuk memotong tampilan di halaman muka, dan nantinya akan muncul tanda link bertitle "READ MORE" atau sejenis.

    3. Jenis template kamu adalah default dari blognya, sehingga kalo mau merenovasi tampilan blog coba tekan= CTRL+SHIFT+(huruf i). di situ ada keterangan ID dan Class, yang akan kamu tentukan nilai CSSnya.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Edaaa.... Lama nggak buka blog aku baru sempet baca komentar kamu sekarang dan aku udah bener-bener lupa bagaimana cara memperbaiki dan membuat tampilan blog biar lebih cantik.

      Hapus
  2. Komentar ini telah dihapus oleh pengarang.

    BalasHapus